Minggu, 31 Januari 2016

BERSIKAP DAN BERAQIDAH ISLAMI




Orang beriman adalah orang yang memiliki landasan hidup yang kuat dan benar, yakni landasan hidup yang berdasarkan aqidah. Dengan landasan tersebut orang beriman memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan manusia lain. Hidup manusia yang tidak dilandasi iman, tak ubahnya seperti kehidupan hewan ternak, yang hanya makan, minum, bekerja, tidur, dan beranak. Sebaliknya, dengan landasan iman, hidup manusia akan terarah, sesuai dengan yang dihekendaki penciptanya, yakni Allah SWT.

1. Taqwa kepada Allah SWT
Taqwa kepada Allah berarti menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Taqwa juga berarti berhati-hati dalam hidup, yakin menjaga diri dari semua aturan yang diberikan Allah sebagai penciptanya. Taqwa kepada Allah menjadi kewajiban setiap muslim.
Firman Allah 

يأَيُّهَا الَّذِيْنَ أمَنُوْااتَّقُوْااللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّاقَدَّمَنْ لِغَدٍِج وَاَتَّقُوْااللهَقلى اِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَاتَعْمَلُوْنَ (الحشر:18)
“Hai orang-orang yang beriman, taqwalah kamu kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akherat). Bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS Al Hasyr: 18)

Senin, 25 Januari 2016

ISLAM MELARANG SELINGKUH

Islam Sangat Melarang Merebut Istri atau Suami Orang, Ini Akibatnya Islam melarang seseorang merebut sesuatu milik orang lain tanpa hak. Apalagi jika yang direbut itu adalah istri atau suami yang tentu saja akan sangat menyakiti hatinya. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, مَنْ أَفْسَدَ امْرَأَةً عَلَى زَوْجِهَا فَلَيْسَ مِنَّا “Barangsiapa yang merusak seorang istri terhadap suaminya maka dia bukan bagian dari kami” (HR. Ahmad; shahih) Imam Abu Ath-Thayyib rahimahullah menjelaskan hadits ini: “Maknanya, seseorang menipu atau menggoda istri orang dan merusaknya, atau merayunya sampai wanita itu meminta cerai dari suaminya agar dapat ia nikahi atau ia nikahkan dengan orang lain, atau selain itu.” Hadits lain yang senada dengan ini dicantumkan Abu Dawud dalam Sunan-nya: لَيْسَ مِنَّا مَنْ خَبَّبَ امْرَأَةً عَلَى زَوْجِهَا “Bukan dari golongan kami orang yang merusak hubungan seorang wanita dengan suaminya” (HR. Abu Dawud) Dalam Syarh Sunan Abu Dawud, Syaikh Abdul Muhsin menjelaskan bahwa sering kali rusaknya rumah tangga dikarenakan adanya pihak ketiga yang merusak hubungan istri dengan suaminya. Imam Al Haitsami menjelaskan bahwa merusak seorang wanita agar terpisah dari suaminya dan merusak seorang suami agar terpisah dari istrinya merupakan dosa besar. Maka hendaklah takut, setiap orang yang berupaya merebut suami atau istri orang jika sampai dilaknat Rasulullah tidak menjadi bagian dari umatnya. Sebab jika tidak termasuk umatnya –baik bermakna dosa besar atau yang lebih dahsyat dari itu- ia bisa terlempar ke neraka. Na’udzubillah. [Ibnu K/Tarbiyah.net]

Minggu, 24 Januari 2016

Syirik dalam beribadah kepada Allah SWT


Perkara terbesar yang menjadikan seseorang murtad adalah syirik dalam beribadah kepada Allah yaitu dia beribadah kepada Allah juga beribadah kepada selain-Nya. Seperti menyembelih untuk selain Allah, nadzar untuk selain Allah, sujud kepada selain Allah, meminta pertolongan kepada selain Allah dalam perkara yang tidak mampu melaksanakannya melainkan hanya Allah. Ini adalah sebesar-besar jenis kemurtadan.
Allah telah berfirman:
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan baginya surga dan tempatnya ialah neraka”. (Al-Maidah 72)
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (An Nisaa: 48)
وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا بَعِيدًا
“Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya”.(An Nisaa: 116)