Rabu, 03 Februari 2016

Pakai Jilbab di Luar Rumah, Lepas Jilbab di Dalam Rumah, Sudah Benarkah

Manusia itu terlahir sebagai makhluk yang tidak tahu apa-apa. Tapi Allah memberinya akal sebagai modal untuk mempelajari ilmu. Ilmu menjadi bekal untuk beramal.
Dengan mengetahui bumbu dapur dan teknik mengolah makanan, seseorang insya Allahakan lihai dalam memasak.
Dengan kemampuan membaca, seorang anak insya Allah bisa memperluas cakrawala lewat berbagai buku.
Dengan mengetahui ilmu medis, seorang dokter insya Allah akan mampu mengobati pasien.
Dengan ilmu teknik, seorang ilmuwan insya Allah bisa membangun jembatan yang kokoh.
Demikian pula dengan ilmu agama. Hari ini mungkin kita sudah mengetahui perkara A, maka kita mengamalkannya. Kemudian esok, kita mengetahui perkara B, kemudian kita mengamalkannya. Begitulah terus hingga kita wafat. Ilmu itu bermanfaat karena berbuah amal salih. Apa gunanya ilmu kalau tidak diamalkan?

Benarkah Nabi Muhammad Tidak Bisa Membaca dan Menulis?

Apa yang dimaksud Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam itu ummi? 
Apakah benar beliau tidak bisa membaca dan menulis?
Apa yang Dimaksud Ummi?
Allah swt berfirman artinya :
 “Orang-orang yang mengikut Rasul (yang merupakan) Nabi yang ummi (tidak bisa membaca, menulis, dan menggunakan ilmu hisab) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan hal-hal yang ma’ruf dan melarang mereka dari hal-hal yang mungkar, menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk, dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an) adalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-A’raf: 157)
Qatadah menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ummi adalah tidak bisa menulis. (Tafsir Ath-Thabari, 6: 105)

Selasa, 02 Februari 2016

Bahaya Zina (Dari Sudut Pandang Islam)

           

Melihat bahwa bahaya yang ditimbulkan oleh praktek zina merupakan bahaya yang tergolong besar, dan praktek tersebut juga bertentangan dengan aturan universal yang berlaku untuk menjaga kejelasan nasab keturunan, menjaga kesucian dan kehormatan diri, juga mewaspadai hal-hal yang menimbulkan permusuhan serta perasaan benci diantara manusia disebabkan pengrusakan terhadap kehormatan istri, putri, saudara perempuan dan ibu mereka. Dan ini jelas akan merusak tatanan kehidupan. Melihat hal itu semua, pantaslah bahaya praktek zina itu – bobotnya – setingkat dibawah praktek pembunuhan. Oleh karena itu, Allah menggandeng keduanya di dalam Al-Qur’an dan juga Rasulullah dalam keterangan hadits beliau.

Al-Imam Ahmad berkata : “Aku tidak mengetahui sebuah dosa –setelah dosa membunuh jiwa- yang lebih besar dari dosa zina.”

Dan Allah menegaskan pengharamannya dalam firmanNya yang artinya : “Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), yakni akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari Kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina kecuali orang-orang yang bertaubat …” (QS.AlFurqon : 68-70)

Dalam ayat tersebut, Allah menggandengkan zina dengan syirik dan membunuh jiwa, dan vonis hukumannya adalah kekal dalam azab berat yang berlipat ganda, selama pelakunya tidak menetralisir hal tersebut dengan cara bertaubat, beriman dan beramal shalih. Allah berfirman yang artinya : “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji (fahisyah) dan suatu jalan yang buruk.”(QS.Al-Isra : 32)

Minggu, 31 Januari 2016

BERSIKAP DAN BERAQIDAH ISLAMI




Orang beriman adalah orang yang memiliki landasan hidup yang kuat dan benar, yakni landasan hidup yang berdasarkan aqidah. Dengan landasan tersebut orang beriman memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan manusia lain. Hidup manusia yang tidak dilandasi iman, tak ubahnya seperti kehidupan hewan ternak, yang hanya makan, minum, bekerja, tidur, dan beranak. Sebaliknya, dengan landasan iman, hidup manusia akan terarah, sesuai dengan yang dihekendaki penciptanya, yakni Allah SWT.

1. Taqwa kepada Allah SWT
Taqwa kepada Allah berarti menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Taqwa juga berarti berhati-hati dalam hidup, yakin menjaga diri dari semua aturan yang diberikan Allah sebagai penciptanya. Taqwa kepada Allah menjadi kewajiban setiap muslim.
Firman Allah 

يأَيُّهَا الَّذِيْنَ أمَنُوْااتَّقُوْااللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّاقَدَّمَنْ لِغَدٍِج وَاَتَّقُوْااللهَقلى اِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَاتَعْمَلُوْنَ (الحشر:18)
“Hai orang-orang yang beriman, taqwalah kamu kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akherat). Bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS Al Hasyr: 18)

Senin, 25 Januari 2016

ISLAM MELARANG SELINGKUH

Islam Sangat Melarang Merebut Istri atau Suami Orang, Ini Akibatnya Islam melarang seseorang merebut sesuatu milik orang lain tanpa hak. Apalagi jika yang direbut itu adalah istri atau suami yang tentu saja akan sangat menyakiti hatinya. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, مَنْ أَفْسَدَ امْرَأَةً عَلَى زَوْجِهَا فَلَيْسَ مِنَّا “Barangsiapa yang merusak seorang istri terhadap suaminya maka dia bukan bagian dari kami” (HR. Ahmad; shahih) Imam Abu Ath-Thayyib rahimahullah menjelaskan hadits ini: “Maknanya, seseorang menipu atau menggoda istri orang dan merusaknya, atau merayunya sampai wanita itu meminta cerai dari suaminya agar dapat ia nikahi atau ia nikahkan dengan orang lain, atau selain itu.” Hadits lain yang senada dengan ini dicantumkan Abu Dawud dalam Sunan-nya: لَيْسَ مِنَّا مَنْ خَبَّبَ امْرَأَةً عَلَى زَوْجِهَا “Bukan dari golongan kami orang yang merusak hubungan seorang wanita dengan suaminya” (HR. Abu Dawud) Dalam Syarh Sunan Abu Dawud, Syaikh Abdul Muhsin menjelaskan bahwa sering kali rusaknya rumah tangga dikarenakan adanya pihak ketiga yang merusak hubungan istri dengan suaminya. Imam Al Haitsami menjelaskan bahwa merusak seorang wanita agar terpisah dari suaminya dan merusak seorang suami agar terpisah dari istrinya merupakan dosa besar. Maka hendaklah takut, setiap orang yang berupaya merebut suami atau istri orang jika sampai dilaknat Rasulullah tidak menjadi bagian dari umatnya. Sebab jika tidak termasuk umatnya –baik bermakna dosa besar atau yang lebih dahsyat dari itu- ia bisa terlempar ke neraka. Na’udzubillah. [Ibnu K/Tarbiyah.net]

Minggu, 24 Januari 2016

Syirik dalam beribadah kepada Allah SWT


Perkara terbesar yang menjadikan seseorang murtad adalah syirik dalam beribadah kepada Allah yaitu dia beribadah kepada Allah juga beribadah kepada selain-Nya. Seperti menyembelih untuk selain Allah, nadzar untuk selain Allah, sujud kepada selain Allah, meminta pertolongan kepada selain Allah dalam perkara yang tidak mampu melaksanakannya melainkan hanya Allah. Ini adalah sebesar-besar jenis kemurtadan.
Allah telah berfirman:
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan baginya surga dan tempatnya ialah neraka”. (Al-Maidah 72)
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (An Nisaa: 48)
وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا بَعِيدًا
“Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya”.(An Nisaa: 116)

Selasa, 15 Juli 2014

TAWASSUL DENGAN ORANG MATI

SYUBHAT DAN BANTAHANNYA

 Adapun dalil-dalil yang dijadikan alasan bolehnya tawassul dengan orang yang telah mati, sebagaimana yang antum nukilkan di atas, inilah jawaban kami:
1. Dalil Pertama.

إِذَا تَحَيَّرْتُمْ فِيْ اْلأُمُوْرِ فَاسْتَعِيْنُوْا مِنْ أَهْلِ الْقُبُوْرِ . كَذَا فِي الْبَهْجَةِ السُّنِّيَّةِ للشَّيْخِ مُحمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ الْجَانِي ص

Hadits pertama itu artinya:
“Jika kamu bingung di dalam perkara-perkara, maka mintalah tolong dari para penghuni kubur!” Demikian disebutkan di dalam kitab Al-Bahjah As-Sunniyyah karya Syeikh Muhammad bin Abdullah Al-Jani, hal:41.

Bantahan:
Ketahuilah bahwa ini adalah hadits palsu! Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata tentang hadits ini: “Ini palsu dengan kesepakatan ahli ilmu, tidak ada seorangpun dari ulama ahli hadits yang meriwayatkannya.” [Al-Istighatsah Ar-Raddu ‘Alal Bakri, II/483, tahqiq Abdullah bin Dujain As-Sahli, Darul Wathan, Cet:I, Th:1997 M/1417 H]

Abdullah bin Dujain As-Sahli berkata mengomentari perkataan Syeikhul Islam di atas: "Ini adalah hadits palsu, disebutkan oleh Al-‘Ajluni di dalam Kasyful Khafa’ I/85, dan dia menyandarkan kepada Ibnu Kamal Basya; Ibnul Qayyim menjelaskan kelemahannya di dalam Ighatsatul Lahfan I/333, demikian pula Muhammad Nashib Ar-Rifa’I di dalam At-Tawashul Ila Haqiqati At-Tawasul Al-Masyru’ wal Mamnu’ , hal:252, Cet:III, 1399 H, dan lainnya."