1. Mandi dahulu
Bersabda Nabi SAW “hai kaum Muslimin, hari(Jum'ah) ini adalah satu hari yang Allah Ta’ ala jadikan hari raya. Karena itu hendaklah kamu mandi". [HR. Malik]
Keterangan :
Menurut hadits tersebut, hari Jum'ah dipandang sebagai hari raya dan kita disuruh mandi padanya. Dengan demikian dapat difaham, bahwa mandi pada hari raya adalah lebih utama.
Menurut hadits tersebut, hari Jum'ah dipandang sebagai hari raya dan kita disuruh mandi padanya. Dengan demikian dapat difaham, bahwa mandi pada hari raya adalah lebih utama.
2. Berpakaian dengan pakaian yang baik, bila ada
Diriwayatkan bahwasanya Nabi SAW biasa memakai kain buatan Yaman pada tiap-tiap hari raya. [HR. Syafi'i dalam Nailul Authar]
Diriwayatkan bahwasanya Nabi SAW biasa memakai kain buatan Yaman pada tiap-tiap hari raya. [HR. Syafi'i dalam Nailul Authar]
3. Makan sebefum berangkat
Telah berkata Buraidah, "Biasanya Rasulullah SAW tidak pergi Shatat Hari Raya 'ledul Fithri melainkan sesudah makan. Dan pada Hari Raya 'Iedul Adha beliau tidak makan kecuali sesudah kembali dari shalat". [HR. Daruquthni, Ibnu Majah dan Tirmidzi dalam Nailul Authar]
Telah berkata Buraidah, "Biasanya Rasulullah SAW tidak pergi Shatat Hari Raya 'ledul Fithri melainkan sesudah makan. Dan pada Hari Raya 'Iedul Adha beliau tidak makan kecuali sesudah kembali dari shalat". [HR. Daruquthni, Ibnu Majah dan Tirmidzi dalam Nailul Authar]
4. Mengambil dua jalan
Telah berkata Abu Hurairah, "Biasanya Nabi SAW apabila keluar untuk Shalat Hari Raya, beliau kembali dengan mengambil jalan lain dari yang telah dilalui waktu pergi". [HR. Ahmad, Muslim dan Tirmidzi dalam Nailul Authar]
Telah berkata Abu Hurairah, "Biasanya Nabi SAW apabila keluar untuk Shalat Hari Raya, beliau kembali dengan mengambil jalan lain dari yang telah dilalui waktu pergi". [HR. Ahmad, Muslim dan Tirmidzi dalam Nailul Authar]
5. Waktu dan tempat takbir hari raya
Telah berkata Az-Zuhriy, "Bahwasanya Nabi SAW keluar untuk shalat Hari Raya 'ledul Fithri dengan takbir mulai dari rumahnya hingga tiba ditempat shalat". [HR. Abu Bakar, mursal dalam Nailul Authar]
Telah berkata Az-Zuhriy, "Bahwasanya Nabi SAW keluar untuk shalat Hari Raya 'ledul Fithri dengan takbir mulai dari rumahnya hingga tiba ditempat shalat". [HR. Abu Bakar, mursal dalam Nailul Authar]
Telah berkata Ibnu Umar, "Bahwasanya Nabi SAW bertakbir dan bertahlil_ dengan suara keras ketika keluar pergi shalat hari Raya 'ledul Fithri hingga tiba di tempat shalat". [HR. Baihaqi dan Hakim, Dlaif, mauquf dalam Nailul Authar]
Nabi SA W bersabda, "Hiasilah Hari Raya-Hari Raya kamu dengan takbir". [HR. Thabrani, Gharib, dalam Nailul Authar]
Waktu dan tempat bertakbir hari raya menurut hadits yang shahih
Telah berkata Ummu 'Athiyah, "Rasulullah SAW memerintahkan kepada kami untuk membawa keluar anak-anak perempuan yang hampir baligh, perempuan-perempuan haidl dan anak-anak perempuan yang masih gadis, pada Hari Raya 'ledul Fithri dan 'ledul Adha. Adapun wanita-wanita yang haidl itu mereka tidak shalat". [HSR . Muslim]
Dari bagi Imam Bukhari, Ummu 'Athiyah berkata, "Kita diperintahkan supaya membawa keluar wanita-wanita haidl lalu bertakbir bersama-sama dengan orang banyak". [Dalam Nailul Authar]
Dari hadits shahih di atas dapat kita fahami bahwa takbir Hari Raya itu dilaksanakan pada waktu tiba di tempat shalat sampai berdirinya shalat
6. Waktu shalat hari raya
Telah berkata Jundab, "Adalah Nabi SAW shalat Hari Raya 'ledul Fithri bersama kami di waktu matahari tingginya sekadar dua batang tombak dan beliau shalat Hari Raya 'ledul Adha diwaktu matahari tingginya sekadar satu batang tombak". [HR. Ahmad bin Hasan daiam Nailul Authar]
Telah berkata Jundab, "Adalah Nabi SAW shalat Hari Raya 'ledul Fithri bersama kami di waktu matahari tingginya sekadar dua batang tombak dan beliau shalat Hari Raya 'ledul Adha diwaktu matahari tingginya sekadar satu batang tombak". [HR. Ahmad bin Hasan daiam Nailul Authar]
Keterangan:
Menurut riwayat di atas, waktu shalat Hari Raya 'leduf Adha itu lebih pagi daripada waktu shalat Hari Raya 'ledul Fithri.
Menurut riwayat di atas, waktu shalat Hari Raya 'leduf Adha itu lebih pagi daripada waktu shalat Hari Raya 'ledul Fithri.
7. Shalat sebelum khutbah
Telah berkata Ibnu Umar, "Biasanya Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar shalat dua Hari Raya sebelum khutbah". [HR. Bukhari]
Telah berkata Ibnu Umar, "Biasanya Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar shalat dua Hari Raya sebelum khutbah". [HR. Bukhari]
Maksudnya : Rasulullah SAW dan shahabat-shahabatnya mengerjakan shalat 'ledul Fithri dan 'ledul Adha sebelum khutbah.
8. Shalat hari raya tanpa adzan dan iqamah
Telah berkata Jabir bin Samurah, "Saya shalat Hari Raya bersama Rasulullah SAW bukan hanya sekali atau dua kali, (semuanya) tanpa adzan dan iqamah". [HSR . Muslim]
Telah berkata Jabir bin Samurah, "Saya shalat Hari Raya bersama Rasulullah SAW bukan hanya sekali atau dua kali, (semuanya) tanpa adzan dan iqamah". [
Maksud dari riwayat di atas menunjukkan bahwa Rasulullah SAW shalat Hari Raya 'ledul Fithri dan Hari Raya 'ledul Adha tanpa adzan dan iqamah.
9. Hari raya pada hari Jum'ah
Nabi SAW bersabda, "Telah terhimpun pada hari ini dua hari raya (hari Raya dan Jum'ah). Maka barangsiapa mau, cukuplah shalat ini buat dia, tidak perlu lagi shalat Jum'ah, tetapi kami tetap akan mendirikan shalat Jum'ah". [HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah]
Nabi SAW bersabda, "Telah terhimpun pada hari ini dua hari raya (hari Raya dan Jum'ah). Maka barangsiapa mau, cukuplah shalat ini buat dia, tidak perlu lagi shalat Jum'ah, tetapi kami tetap akan mendirikan shalat Jum'ah". [HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah]
10. Shaiat dan khutbah di tanah lapang
Diriwayatkan dan' Abu Hurairah bahwasanya pada suatu hari Raya mereka telah kehujanan, maka Nabi SAW mengerjakan shalat Hari Raya bersama mereka di masjid. [HR. Abu Dawud]
Diriwayatkan dan' Abu Hurairah bahwasanya pada suatu hari Raya mereka telah kehujanan, maka Nabi SAW mengerjakan shalat Hari Raya bersama mereka di masjid. [HR. Abu Dawud]
Keterangan :
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud, menurut derajatnya hadits ini Layyin (lemah).
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud, menurut derajatnya hadits ini Layyin (lemah).
Menurut kebiasaan memang Nabi SAW mengerjakan shalat dan khutbah hari Raya di tanah lapang. Tetapi hal itu tidak menunjukkan kepada hukum wajib. Sesuatu perbuatan bisa menunjukkan kepada hukum wajib jika disertai dengan perintah.
Kebanyakan ulama memandang bahwa Nabi SAW mengerjakan yang demikian itu bukan karena tidak shah dikerjakan di masjid, tetapi karena tak cukup tempat di masjid, sebab pada waktu itu orang-orang yang berkumpul pada hari Raya lebih banyak dari pada hari-hari yang lain.
Dari seluruh pembicaraan tersebut, nyatalah bahwa shalat Hari Raya di masjid itu tidak terlarang, apalagi jika turun hujan atau Iain-lain halangan. Oleh karena itu perkataan Abu Hurairah tadi walaupun lemah riwayatnya tetapi shahih maknanya. Perlu dijelaskan bahwa Rasulullah biasa shalat di tanah lapang itu diambil dari perkataan Mushalla yang artinya sebagai berikut:
"Mushalla itu adalah suatu tempat di pintu gerbang Madinah sebelah timur". [Fiqhus Sunnah]
"Mushalla itu tempatnya sejauh 1.000 hasta dari masjid Madinah" [Fiqhus Sunnah]
Jadi jelaslah bahwa Rasulullah SAW jika shalat Hari Raya itu di tanah lapang.
11. Takbir dalam shalat pada dua hari raya
Takbir shalat pada dua Hari Raya (Hari Raya 'ledul Fithri dan 'ledul Adha), dilaksanakan dengan 7 kali pada rekaat pertama, dan 5 kali pada rekaat yang kedua sebelum membaca AI-Fatihah.
Takbir shalat pada dua Hari Raya (Hari Raya 'ledul Fithri dan 'ledul Adha), dilaksanakan dengan 7 kali pada rekaat pertama, dan 5 kali pada rekaat yang kedua sebelum membaca AI-Fatihah.
Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW maupun perbuatan para shahabat. Diriwayatkan oleh Abu Dawud : Dari 'Abdullah bin 'Amr bin AI-'Ash, ia berkata : Nabi Allah SAW bersabda, "Takbir pada (shalat) "ledul Fithri adalah 7 kali di rekaat pertama dan 5 kali di rekaat yang akhir (kedua) dan ada bacaan sesudah kedua-duanya itu". [HR. Abu Dawud]
Dari 'Amr bin Syu'aib, dari bapaknya, dari kakeknya, bahwasanya Rasulullah SAW bertakbir dalam shalat hari raya 'ledul Fithri tujuh takbir pada rekaat pertama dan lima takbir pada rekaat kedua, selain takbir (yang biasa dalam) shalat. [HR. Daruquthni, juz 2, hal. 48]
Tentang atsar (perbuatan) para shahabat, diriwayatkan :
Dari Nafi', maula Abdullah bin Umar, bahwa dia berkata, "Aku pernah menyaksikan 'Iedul Adha dan 'Iedul Fithri bersama Abu Hurairah. Maka ia bertakbir di rekaat pertama 7 takbir sebelum membaca, dan di rekaat kedua 5 takbir sebelum membaca". [HR. Malik]
Dari 'Atha', ia berkata, "Adalah Ibnu 'Abbas bertakbir di dua Hari Raya 12 takbir, yaitu 7 di rekaat pertama dan 5 di rekaat yang kedua". [HR. Baihaqi]
Dari Aisyah Radhiyallahu 'anha, ia berkata :
"Artinya : Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertakbir
dalam shalat Idul Fithri dan Idul Adha, pada rakaat pertama sebanyak tujuh
kali dan rakaat kedua lima kali, selain dua takbir ruku"
Berkata Imam Al-Baghawi :
"Ini merupakan perkataan mayoritas ahli ilmu dari kalangan sahabat dan
orang setelah mereka, bahwa beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bertakbir
pada rakaat pertama shalat Ied sebanyak tujuh kali selain takbir
pembukaan, dan pada rakaat kedua sebanyak lima kali selain takbir ketika
berdiri sebelum membaca (Al-Fatihah). Diriwayatkan yang demikian dari Abu
Bakar, Umar, Ali, dan selainnya" [Ia menukilkan nama-nama yang berpendapat
demikian, sebagaimana dalam " Syarhus Sunnah 4/309. Lihat 'Majmu' Fatawa
Syaikhul Islam' 24/220,221]
Tidak ada yang shahih satu riwayatpun dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam bahwa beliau mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan
mengucapkan takbir-takbir shalat Ied[2]
Akan tetapi Ibnul Qayyim berkata :
"Ibnu Umar -dengan semangat ittiba'nya kepada Rasul- mengangkat kedua
tangannya ketika mengucapkan setiap takbir" [Zadul Ma'ad 1/441]
Aku katakan : Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam.
Berkata Syaikh Al-Albani dalam "Tamamul Minnah" hal 348 :
"Mengangkat tangan ketika bertakbir dalam shalat Ied diriwayatkan dari
Umar dan putranya -Radhiyallahu anhuma-, tidaklah riwayat ini dapat
dijadikan sebagai sunnah. Terlebih lagi riwayat Umar dan putranya di sini
tidak shahih.
Adapun dari Umar, Al-Baihaqi meriwayatkannya dengan sanad yang dlaif
(lemah). Sedangkan riwayat dari putranya, belum aku dapatkan sekarang"
Dalam 'Ahkmul Janaiz' hal 148, berkata Syaikh Al-Albani :
"Siapa yang menganggap bahwasanya Ibnu Umar tidak mengerjakan hal itu
kecuali dengan tauqif dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka
silakan ia untuk mengangkat tangan ketika bertakbir".
Tidak shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam satu dzikir tertentu
yang diucapkan di antara takbir-takbir Ied. Akan tetapi ada atsar dari
Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhu [3]
tentang hal ini. Ibnu Mas'ud berkata :
"Artinya : Di antara tiap dua takbir diucapkan pujian dan sanjungan kepada
Allah Azza wa Jalla"
12. Bacaan takbir hari raya
Bacaan Takbir pada hari Raya yang bersumber dari shahabat Umar dan Ibnu Mas'ud adalah :
Bacaan Takbir pada hari Raya yang bersumber dari shahabat Umar dan Ibnu Mas'ud adalah :
(Alloohu Akbar, Alloohu Akbar, Laa ilaaha illalloohu walloohu Akbar Alloohu Akbar wa lillaahil-hamdu).
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tidak ada Tuhan (yang sebenarnya) melainkan Allah, dan Allah Maha Besar. Allah Maha Besar dan kepunyaan Allah-lah segala pujian. [Dalam Nailul AutharjuzS hal. 358, Fiqhus Sunnah juz 1 hal. 275]
13. Ucapan pada hari raya
Para shahabat Nabi SAW jika bertemu di antara mereka pada Hari Raya, mereka mengucapkan :"Semoga Allah menerima amalan kami dan amalan kamu"
Para shahabat Nabi SAW jika bertemu di antara mereka pada Hari Raya, mereka mengucapkan :"Semoga Allah menerima amalan kami dan amalan kamu"
Jubair bin Nufair meriwayatkan : Para shahabat Rasulullah SA Wjika bertemu satu dengan yang lain pada Hari Raya saling mengucapkan : (Taqobbalalloohu minnaa wa minkum). "Semoga Allah menenma amalan kami dan amalan kamu". [HR. Jubair bin Nufair]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar